Posts Tagged With: selingkuh

Skandal Teman Sejawat

Cerita rumah tangga itu harus berakhir dengan kesedihan sekaligus amarah. Tidak sedikit pun sang suami menyangka bahwa pasangannya akan menipunya. Laki-laki itu pun hanya bisa memeluk kedua anaknya setelah ikatan pernikahan yang terjalin bertahun-tahun harus diputus begitu saja. Jika kisah rumah tangga dimulai dengan cinta dan kasih sayang, mengapa di tengah perjalanan cerita itu harus dipotong dengan pengkhianatan?

Adalah hal yang wajar jika seorang laki-laki merasa senang bisa menikahi seorang dokter. Terlebih, istrinya kelak akan menjadi dokter spesialis, sebuah profesi yang penuh prestise tinggi dan posisinya berada di atas dokter umum. Namun, apa daya proses pendidikan dokter spesialis yang tengah ditempuh menjadi bencana bagi kedua belah pihak. Godaan terhadap laki-laki lain sesama peserta pendidikan begitu besar dan tak bisa dibendung, yang berujung pemecatan keduanya dari institusi pendidikan. Jelas saja skandal tersebut tidak bisa ditoleransi oleh pihak kampus karena, sebagaimana sering diulang-ulang oleh para guru saya di fakultas kedokteran, hal yang utama untuk menjadi dokter itu adalah attitude, bukan ilmu atau skill. Orang yang tidak tahu, tidak paham, bahkan bodoh masih bisa diajari dan menjadi pintar dengan belajar, sedangkan orang yang ber-attitude buruk takkan bisa diubah, begitu komentar seorang professor suatu kampus pendidikan kedokteran. Setelah di-DO pun pasangan yang menjalin hubungan terlarang ini tidak bisa ke mana-mana karena nama mereka telah masuk black list, tak satu pun rumah sakit yang mau menampung. Tapi ketidakmampuan mereka untuk melanjutkan sekolah adalah yang remeh karena kerusakan terbesar akibat perselingkuhan itu adalah hati sang mantan suami dan anak-anaknya yang terluka.

Lain lagi kisah sepasang dokter residen di pulau Jawa. Tidak hanya pasangannya, seluruh teman-temannya bahkan teman lintas angkatan pun tak ada yang mengira. Pernikahan antara laki-laki dan perempuan sesama aktivis organisasi telah menjadi cerita romantis di kampus karena mereka merayakan panggung kebahagiaan sebelum melantunkan sumpah dokter. Berpasang-pasang telinga kagum mendengar perjalanan janji suci mereka yang begitu cepat layaknya cerita dongeng. Apa daya, lagi-lagi proses pendidikan dokter spesialis yang panjang dan melelahkan menjadi bisikan setan yang menabuh genderang perselingkuhan. Kali ini, pihak laki-lakinya yang tak mampu menahan nafsu terhadap sesama peserta didik satu departemen, meninggalkan istrinya yang juga tengah lelah menjalani pendidikan di departemen lain. Akhir ceritanya pun sama seperti sebelumnya, yakni pihak universitas tidak mentoleransi kelakuan biadab macam itu dan seorang anak terpaksa harus menerima kenyataan bahwa keluarganya tak lagi utuh.

Juga kisah memilukan yang melibatkan tiga dokter di suatu daerah di pulau Jawa yang sempat viral beberapa waktu lalu. Aktor dan aktris drama terlarang ini bukanlah orang yang sedang menjalani pendidikan melainkan tengah bekerja di satu rumah sakit yang sama. Salah satu dari pelaku ini baru saja menikah beberapa bulan yang lalu, belum genap setengah tahun rumah tangganya harus hancur berantakan, dan cerita ini tersebar ke mana-mana akibat kekuatan media sosial. Tak terbayang seberapa besar dirinya dan keluarganya harus menanggung malu akibat perbuatan haram ini. Saya pribadi tidak bisa menyepakati langkah yang diambil pihak yang dikhianati dengan mengumbar aib tersebut di internet walaupun mereka telah berpisah. Meski demikian, harus ada pelajaran yang diambil oleh kita yang terlanjur mengetahui kisah yang mengiris hati ini.

Cerita di atas adalah tiga dari beberapa yang terdengar. Skandal di rumah sakit bukanlah yang baru atau bahkan bukan hal yang asing. Silakan ketikkan kata-kata perselingkuhan dokter atau tenaga kesehatan di Google, maka akan ada banyak berita miring bermunculan. Itu pun hanya beberapa kisah yang ketahuan; tak terhitung jumlah skandal antar dokter residen atau dokter yang sudah selesai masa pendidikannya baik yang ketahuan maupun tidak.

Pembisik rasa was-was di hati manusia tak pernah tebang pilih, setiap manusia dan setiap profesi akan selalu menjadi santapannya. Namun, profesi tenaga kesehatan menjadi kelompok dengan resiko tersendiri yang terancam perselingkuhan. Dokter menduduki peringkat ketiga sebagai profesi yang rentan berselingkuh, dan masih menurut artikel yang sama perawat berada di peringkat ketujuh. Tenaga kesehatan, terutama yang bekerja di rumah sakit, merupakan pekerjaan yang sangat melelahkan dan tak mengenal waktu siang dan malam. Jika kebanyakan orang bisa menikmati weekend atau libur panjang karena tanggal merah, hal itu tak berlaku bagi mereka yang harus melayani orang sakit. Tak terbayangkan bukan kalau UGD ditutup dan dikunci pintunya karena seluruh pekerjanya tengah menselebrasi hari raya agama mereka? Begitu pula di saat kebanyakan manusia tengah beristirahat di atas kasur yang empuk, tenaga kesehatan tetap harus berkonsentrasi melakukan pertolongan kepada korban cedera otak akibat tidak berhati-hati di lalu lintas yang sepi. Bukan hanya shift yang tak teratur dan beban kerja yang besar, rasa tanggung jawab akan keselamatan jiwa manusia juga ikut berperan membuat mereka menjadi depresi.

Sebagai profesi yang menempati 10 besar pekerjaan dengan angka depresi tertinggi, tidak mengherankan jika tenaga kesehatan berusaha mencari hal-hal yang dapat meringankan beban pikiran. Rekan kerja lawan jenis merupakan sarana yang paling menyenangkan untuk menjadi tempat berkeluh kesah dan berbagi cerita. Faktor resiko ini juga diperparah dengan interaksi yang intens, terutama di saat kondisi sedang tegang-tegangnya. Tapi mengapa bukan pasangan mereka, bukan suami atau istri mereka yang menjadi tempat pelampiasan atau tempat mencurahkan segala rasa stress di tempat kerja? Agaknya hal inilah yang harus direnungkan secara mendalam agar peristiwa pengkhianatan ini tak terus terjadi.

Artikel dan buku yang membahas mengenai faktor-faktor pemicu keretakan rumah tangga sudah banyak. Amat penting bagi pasangan yang menjalin rumah tangga untuk banyak belajar dari kisah-kisah yang telah ada agar kesalahan yang sama tak terulang dan tak terulang lagi. Pasangan yang baru saja menikah mungkin masih membakar asmara mereka dengan api yang berkobar-kobar, tapi seberapa lama bara tersebut dapat bertahan? Tidak ada bara api yang akan terus menyala selamanya; pada akhirnya ia akan menjadi asap dan suhu panas yang ada di dalamnya pun akan mendingin juga. Keniscayaan hal tesebut semestinya dapat membuat setiap orang untuk berpikir, untuk apa mereka menikah, apakah hanya sekedar membakar bara api? Jika api tersebut telah padam dan rasa yang ada tidak lagi menggebu-gebu seperti dahulu, akankah mereka mencari bara yang lain untuk kembali menggairahkan hidup mereka? Mari pikirkan baik-baik kembali mengenai tujuan membangun pernikahan yang oleh Al Quran disebut sebagai “ikatan yang kuat”, dan saya yakin setiap dari kita mampu menarik benang merahnya.

Hal lain yang juga penting untuk mempertahankan rumah tangga adalah rasa cemburu dari masing-masing pasangan. Kisah pertama yang ada di tulisan ini harus berakhir duka akibat tiadanya rasa khawatir saat pasangannya bersama laki-laki lain untuk “belajar”. “Ah tidak apa-apa, dia kan sedang belajar, saya percaya sama dia,” adalah pernyataan yang kemudian harus disesali. Terdengar pula cerita seorang anak yang harus tinggal sendiri di rumahnya karena sang ibu menyusul suaminya yang bertugas di provinsi sebelah. “Ibu takut kalau ayah bermain mata sama perawat,” terang sang anak tersebut saat bercerita bahwa ayahnya, seorang dokter bedah, sering digoda oleh rekan kerjanya di kamar operasi. Setidaknya, rumah tangga tersebut masih bertahan hingga sekarang akibat usaha preventif yang tampaknya cukup efektif. Ada motivator yang bilang bahwa rasa cemburu merupakan pertanda masih adanya cinta, dan saya percaya bahwa hal itu adalah benar.

Pada akhirnya, hanya tiap individu lah yang mampu menjaga diri mereka masing-masing. Celah pengkhianatan akan mulai terbuka ketika setiap orang membuka hatinya untuk lawan jenis yang bukan haknya. Celah yang mulanya sempit itu akan semakin menganga ketika ia membiarkan orang lain itu membuka pintu hatinya lebar-lebar, dan celah yang mulanya kecil akhirnya meretakkan fondasi rumah tangga yang dibangun susah payah. Amat jelas lah mengapa Tuhan tidak mengatakan agar makhlukNya tidak melakukan zina, melainkan jangan dekati zina; hati manusia begitu sensitif dan lemah terhadap godaan seperti ini. Jangan mengobrol hal yang tidak penting, jangan sms-an atau WA-an jika tidak urgent, jangan bercanda berlebihan, jangan berjalan atau makan minum berdua, batasi segala interaksi hanya pada hal-hal yang menyangkut pekerjaan atau hal penting lainnya; itulah yang saya pahami dari kalimat jangan mendekati zina.

Rumah sakit, dan tempat kerja lainnya, merupakan lokasi yang rawan jika kita mendatanginya tanpa bekal yang kuat. Pekerjaan yang melelahkan dan membuat stress menjadi mata panah setan untuk mencerai-beraikan kebahagiaan rumah tangga. Nyalakan kembali bara api cinta yang telah mati dengan belajar melalui buku-buku atau mereka yang telah berpengalaman. Buka kembali kita suci kita, dengarkan petuah orang-orang yang berilmu, dan selalu perbaharui benteng pertahanan iman kita dengan selalu memohon ampun dan meminta petunjuk dariNya.

Categories: kesehatan, merenung | Tags: , , , , | 1 Comment

Create a free website or blog at WordPress.com.